Orang sering lupa kalau ketenangan batin mestinya menjadi hal yang harus diutamakan. Buktinya kalau kita banyak uang kita tidak sayang mengeluarkanya buat jalan-jalan. Mereka pun menyebuatnya ‘Healing’. Sebuah langkah buat menenangkan batin yang didapat dari melihat pemandangan indah atau kegiatan yang menyenangkan.
Walaupun mengandalkan faktor dari luar diri ini bisa
juga menenangkan batin, namun akan lebih baik kalau memiliki kedaulatan sendiri
sehingga tidak bergantung terus menerus dengan faktor luar.
Mungkin di lain artikel aku mau share mengenai ‘Healing’
dari dalam ini. Tapi yang lebih penting lagi adalah mengetahui mana yang primer
mana yang sekunder dalam kehidupan.
Ketenangan batin harus disadari posisinya. Apakah ia primer
atau sekunder. Kalau dia primer, adakah faktor lain yang bisa menggeser
posisinya menjadi sekunder? Atau kalau dia sekunder, lalu mana yang primer?
Semua orang ingin bahagia. Kita buat ini sebagai
contoh goal-nya. Kalau ketenangan batin disandingkan kebahagiaan, mana yang
menjadi primer-nya? Kebahagiaan atau ketenangan batin?
Bisakah bahagia membuat orang tenang batinya?
Atau karena batinya tenang ia bisa bahagia?
Mana yang benar?
Pertanyaan sederhana seperti ini saja kalau sampai
meleset, langkah-langkah ke depanya sudah pasti meleset semua.
Para pelakor mungkin berpikir dengan merebut suami
orang ia akan mendapat kebahagiaan dan ketenangan hidup. Goal dan cara yang
dipilih tidak singkron sehingga pasti hasilnya tidak sesuai.
Di awal pasti merasakan nikmatnya keberhasilan merebut
suami orang. Tapi itu seperti menikmati nikmatnya makanan umpan.
Tanyakan bagaimana para pemancing ikan sangat serius
memikirkan makanan apa yang paling disukai ikan sasaranya. Semakin makanan itu disukai,
semakin mudah ia mendapatkan ikan itu.
Sialnya, si ikan tidak pernah berpikir bagaimana
membedakan makanan dan umpan.
Bagaimana kalau dibalik? Dengan tidak mengganggu suami
orang, kita berharap mendapat kebahagiaan? Bisakah?
Saya tidak mau menjawabnya. Karena semua orang pasti
diam-diam tahu jawabanya.
Hati nurani tidak pernah bohong. Tapi otak sangat
canggih menemukan cara pembenaran nafsu. Tinggal mana yang menang?
Hati nuranimu, atau nafsu yang dibantu otakmu?
Comments